SI MARSIKKAM, Cerita Rakyat Batak Simalungun - Bagian 2


SI MARSIKKAM, Cerita Rakyat Simalungun - Bagian 2
Kisah tentang SIMARSIKKAM

HITS.BATAKTIVE.COM||CERITA- KELANJUTAN SIMARSIKKAM", Bapak, kenapa saya dan Robanim harus menikah? Bukankah pantang menurut adat kalau Menikah antara adik dan kakak? Saya sudah menganggap adik sendiri terhadap Robanim dan Bapak pun sudah saya anggap orang tua saya," jawab Jumahan kepada Juhatma yang sedang sakit parah itu. Mendengar jawaban Jumahan, Juhatma pun Jangsung melanjutkan ucapannya dengan terbata-bata karena sudah semakin  parah penyakit yang dideritanya itu. 

"Cobalah pikirkan sekali lagi Jumahan, saya tidak tahan Jagi. Sebentar Jagi saya akan 'pergi' meninggalkan kalian selamanya. Apakah engkau benar-benar tetap pada pendirianmu itu, memilih saya daripada Robanim? Saya ingin mendengar jawabanmu sebelum saya pergi, agar saya tahu jelas nasib Robanim. Apakah ia harus menikah  dengan pemuda yang lain," kata Juhatma ter-bata-bata kepada Jumahan. 

Mendengar ketegasan ucapan bapak angkatnya itu, Jumahan pun tidak berani Iagi membantah walaupun dalam batinya ragu, apakah Robanim nanti dapat menerima pendapat ayah mereka itu? Jumahan tahu bahwa Bapak angkatnya itu, tidak mungkin dapat bertahan hidup lagi. Oleh karena itu, cepat-cepat ia menjawab pertanyaan Juhatma itu.

"Baiklah Pak, saya akan menikahi Robanim seperti harapanmu setelah nanti saya bicarakan dengan ... ," ujar Jumahan. Namun belum selesai ucapannya itu, tiba-tiba dilihatnya bapak angkatnya sudah meninggal. Digoyangkannya tangan Juhatma sudah kaku dilihatnya, dirabanya dada Juhatma jantungnya pun sudah tidak ada denyutnya lagi. Melihat kenyataan itu, menjeritlah Jumahan dalam tangisnya karena ia merasa amat bersalah dan kehilangan bapak yang kali keduanya pula. 

la merasa bersalah karena belum sempat ia selesai menjawab pertanyaan Juhatma, dan apa yang diharapkan Juhatma dari Jumahan akhimya belum jelas didengar Juhatma karena tiba-tiba ia sudah meninggal.

Robanim rupanya sedang berada di kamarnya di sebelah kamar bapaknya sehingga semua pembicaraan bapaknya dengan Jumahan yang menyangkut dirinya dan Jumahan terdengar dengan jelas pula olehnya. Ketika Robanim sedang merenung tentang itu, tiba-tiba ia dikejutkan suara jeritan tangis Jumahan itu dan ia segera keluar menemui bapaknya dan Jumahan.

Setibanya Robanim di sisi bapaknya, ia pun pingsan dan tergeletak di lantai papan rumah itu. Ia sangat kaget dan tidak menduga bahwa bapaknya meninggal secepat itu karena baru saja ia mendengar ucapan-ucapan bapaknya dari dalam kamarnya (rumah mereka berdinding papan).

Mendengar suara tangis itu , orang-orang diKampung Urung-Urung berdatangan ke rumah Juhatma. Kebanyakan mereka menangis karena kehilangan Juhatma yang mereka kenal sangat baik dalam bermasyarakat. Ia pun dikenal sebagai orang yang suka menolong orang yang susah tanpa pernah mengharapkan imbalan.

Putra Juhatma, Jumahan, yang tempat tinggalnya tidak ada seorang pun yang mengetahui secara pasti tidak diberi tahu atas kematian bapaknya itu. Tanpa Jumahan, keesokan harinya Juhatma tetap dikuburkan sesuai kesepakatan masyarakat kampung itu.

Kira-kirapukul 16.00 mereka mengantarkan jenazah' itu ke kuburan yang telah disiapkan.Sepulangnya dari penguburan itu, mereka kembali ke rumah Robanim dengan maksud untuk memberi kata-kata penghiburan kepada Jumahan utamanya kepada Robanim.

"Robanim, engkau tidak usah terlalu larut dalam kesedihan atas kematian Bapakmu itu karena kematiannya itu adalah wajar, usianya sudah lanjut. Demikian juga Jumahan pun janganlah terlalu menyesali kematian Jumahan jika ada pesannya kepada kalian hendaknya jangan dilupakan". 

Kata salah seorang orang tua kepada Robanim dan Jumahan.Setelah selesai memberikan kata-kata penghiburan dan nasihat kepada Robanim dan.Jumahan, orang-orang yang datang itu kembali ke rumah mereka masing-masing.

Terimakasih sudah berkunjung.

Posting Komentar

0 Komentar